Entah aku yang terlalu naïf atau polos. Aku
selalu gagal menerjamahkan perasaan-perasaan seperti ini. Dimana aku merasa
membutuhkan bantuan, tetapi selalu bersikukuh dengan egoku. Hah, siapa yang
akan datang membantu? Tidak ada.
Pada dasarnya perasaan ini terus ada.
Perasaan untuk mendatangi apa yang aku butuhkan. Saat itu juga. Sekarang. Tidak
bisa ditunda. Tapi saat itu yang aku butuhkan memang ‘tidak ada’. Objeknya
belum valid. Jadi, aku harus mendatangi apa?. maka dari itu aku memilih untuk sombong
dengan kemandirianku.
Lalu, peluru titik jenuh menembus kepalaku.
Semangatku seakan tersedot. Passionku menguap. Tidak ada hal yang kulakukan
dengan sepenuh hati, kecuali makan dan berdoa. Aku bertanya padaNya, sebenarnya
apa yang sedang terjadi? Kenapa jadi begini?aku harus kemana?apa yang aku
butuhkan?. Bahkan! Bahkan aku bertanya, “apa yang aku butuhkan?”. Butuh apa
kamu, din?. Teman-teman baik padamu, materi ada, makan mu selalu cukup, waktu
santaimu juga masih ada, apalagi? Kedua orangtua mu sehat, kuliahmu lancar.
Apaa?apalagi?
Apakah salah jika aku berkata, “aku butuh
dia”?.
Satu orang yang bisa membuat semangatku
kembali, yakin dengan passionku dan
sadar jika hidup tidak melulu tentang target materi.
Itu kenapa aku selalu ingin disampingnya.
Aku merasa nyaman. Tenang, walaupun saat
itu dia sibuk dengan PES atau hp nya. Sedikit kesal memang. Tapi itu terbayar
dengan perasaan nyaman karena aku ada di dekatnya.
Terkadang sesuatu memang harus berjalan
tidak lancar
agar aku mau terus belajar. Penyesalan pasti di akhir. Dan rasa-rasa sesal itu
membangkitkan selera untuk menyalahkan diri sendiri. Saat itu aku genggam tanganya, menatap
matanya yang balik menatapku, “aku harus semangat lagi!”. Aku yakin untuk bisa
semangat kembali.
karena aku berterimakasih padanya. aku juga harus berterima kasih padaMu. Entah apa
yang tersimpan di dalam dirinya, rasanya pancaran itu selalu ingin kutangkap
dan memang hanya untuk aku.
Awalnya sepele. Bisa saja aku tetap berdiri
sendiri sampai sekarang, tapi bagaimana aku menjalaninya, aku tidak mau
membayangkanya.
No comments:
Post a Comment