my page

Saturday, June 29, 2013

That's Why I Used to Wear My Pokerface

Aku tidak datang ke kalian.
Aku bukanya tidak butuh kalian.
Aku tidak datang lagi untuk mengeluh pada kalian.
Apa yang aku keluhkan sudah seharusnya menjadi urusanku sendiri dengannya.
Aku tidak ingin kalian terus-terusan mendengar apa yang aku keluhkan dan gilai.
Jadi aku simpan sendiri apa yang biasanya aku keluhkan dan gilai.
Aku datang pada kalian.
Aku menawarkan bantuan.
Aku menghadirkan kegunaan kebearadaanku.
Apa urusanku dengan kalian aku selesaikan dengan kalian.
Aku tidak lagi bercerita apa yang aku keluhkan dan aku gilai.
Jadi aku memiliki urusanku dengan kalian dan kalian dengan dia.
Kalian simpati terhadapku.
Kalian lama kelamaan terbebani olehku
Apa yang biasanya menarik untuk kalian dengar menjadi sangat memuakan untuk didengar
Kalian tidak mendengar apa yang ingin aku sampaikan.
Jadi kalian mulai tidak bersimpati padaku.
Kalian menilaiku.
Kalian bilang aku kalau ada perlunya saja.
Apa yang aku maksudkan tidak ingin ‘membebani’ tidak terbaca oleh kalian.
Kalian membenciku.
Aku tidak bisa datang ke kalian.


Salah mungkin. Aku tidak mungkin bisa memulai hubunganku dengan dia tanpa kehadiran teman-temanku. Aku senang semua temanku antusias. tapi dibalik kesenangan itu tersimpan ketakutan dimana pasti semua orang nantinya tidak peduli dan tidak akan seantusias ketika di awal. Seharusnya aku ingat aku jangan terlalu menunjukkan apa yang sedang aku senangi dan apa yang sedang aku gundahkan. Teman-temanku tau aku senang. Tapi ketika aku gundah gulana semua juga bisa tau, aku tidak ingin menciptakan aura yang tidak enak dilingkungan teman-temanku. Aku harus terbiasa kembali dengan pokerface ku. Ternyata benar, terlalu menunjukan emosi bisa berpengaruh besar. Jadi apapun yang aku rasakan, aku ingin teman-teman menganggapku netral. Tidak terlihat badmood saat bertengkar dan tidak terlihat euforia dan banyak bicara saat senang.

Enough for the dramas

Seberapa dalam kamu membenciku?
Bencilah padaku.
Semakin tebal topengmu, semakin terlihat kebencianmu.
Oya,  lupa. manusia penyuka drama penyuka topeng.
Aku selalu bertopeng.
Kenapa tidak ada yang peduli?
Aku lepas topeng ini.
Ya, mereka bersimpati.
Tapi kenapa mereka tetap memakai topeng?
Aku pakai lagi topeng ini.
Kenapa tetap ada yang membenciku? Kenapa ada yang tinggal?
Kupakailah topeng lain diatas topengku.
Lihatlah ini aku. Topengku tebal.
Tapi siapa yang sangat aku benci?
Aku membenci diriku sendiri.


Kira-kira 6 tahun yang lalu. Kami bersahabat. pulang sekolah selalu kami habiskan untuk mengobrol di kantin atau di bawah pohon di depan perpustakaan. Dan ketika azan ashar berkumandang, sudah waktunya kami untuk pulang. Kalau kami agak nakal, kami teruskan sampai pukul 5 sore atau kami saling berkunjung ke rumah yang sama-sama berdekatan dengan sekolah. Apa yang kami sibukkan? Recent anime, pemuda korea, boyband, ujian di sekolah, siapa cocok dengan siapa dan diari tukar.

Kemudian kami berdua memasuki SMA yang sama. Semuanya sama, tidak ada yang berbeda. Sampai ketika aku ingin bermain kerumahnya, “maaf, aku hari ini ada janji sama cowokku”. Tiba-tiba aku merasa kehilangan. Dan di suatu siang, kami berenam mengadakan reuni kecil di SMP. Tapi kami hanya berlima. Dia, sudah punya acara sendiri dengan pacarnya. Kami berlima sempat kecewa padanya. Aku kecewa. Aku menenangkan salah satu dari kami yang emosi saat itu, “mungkin pacarnya memang membuat janji lebih dulu dari kita”. Tapi tetap saja dia emosi. Dan kami sempat terpecah. Kami tidak saling menghubungi sampai beberapa bulan. Tapi untukku, yang melewati kelasnya tiap hari, aku tidak bisa jika tidak bertegur sapa dengannya. Aku tersenyum padanya, tersenyum pada pacarnya juga dengan sedikit kekesalan.

Bagaimana bisa seorang sahabat bisa menelantarkan sahabat-sahabatnya hanya karena soal cowok?

Tiba-tiba aku merasa takut. Sangat takut. Semua temanku pasti akan punya pacar. Bagaimana kalau aku ditinggalkan sendiri dan satu persatu temanku hilang?. pikiran naifku saat itu.

Dan terpikir lagi. apa nantinya aku juga akan mengalami ini? Dimana aku harus memilih mana yang harus aku dahulukan. Tapi apakah benar-benar ada seorang sahabat yang mau mengerti kenapa aku mendahulukan pacar?. Atau apakah benar-benar ada pacar yang mau mengerti kenapa aku harus menghabiskan waktuku dengan teman-temanku? Karena terkadang selalu saja ada alasan yang tidak terungkap, dan itulah yang membuat salah satu pihak salah paham. Itu yang aku takutkan saat itu.

Ya, aku mengalaminya. Benar-benar mengalami itu. ketika aku hanya ingin menyeimbangkan keduanya, masalah kami bercampur aduk dan akulah yang menyebabkan keretakan hubunganku dengan teman-temanku. Dan ketika aku ingin memperbaikinya, tak ada kata-kata lain selain ‘baik kalau ada maunya’ dan ketika aku diam selalu ada kata ‘tak tahu diri’. Aku tidak dianggap dan dikucilkan. Kami berbaikan setelah beberapa minggu. Dan kami memulainya lagi seperti teman baru.

Mungkin begitulah rasanya ketika berada di posisi sahabatku saat itu. terkucil dan tidak dianggap.
Sudah beberapa kali aku mengalami itu sejak SD. Dan yang paling pertama saat salah seorang teman sekelasku merebut gambar hasil ujian kesenian gambarku, dilemparkanya gambarku kesamping dan berkata ‘emang kamu pikir gambarmu bagus?’ sambil mendorong kepalaku dengan tanganya. Ya, gambarku bagus. Kenyataanya memang sejak saat itu aku selalu mendapat nilai kesenian tertinggi. Aku harus berterimakasih pada temanku itu.

Ya, saat-saat seperti ini memang membuatku kembali teringat masa-masa dimana aku selalu terlihat salah dimata teman-temanku saat SD. Aku yang gendut, ditinggalkan karena tidak memiliki ‘mainan’ yang sama dengan mereka. Di kucilkan karena dianggap ‘mencuri’ teman mereka. Saat SMP Dikucilkan karena aku berteman dengan seorang teman yang mereka benci. Ingat sekali salah satu temanku berkata, “kamu kehilangan satu temanmu itu, atau kehilangan kami semua”. Padahal aku hanya berniat ‘berteman dengan siapa saja’. Saat SMA dipandang sinis karena dianggap ‘mencuri’ pacar orang. Padahal mereka datang sendiri padaku, merasa senang atau bahkan tertarik padaku. Drama anak sekolah betul. Tapi di akhir cerita, kami selalu berbaikan kembali. Entah, mereka yang lelah, atau karena reaksiku yang membuat mereka takut.
Lalu, teman yang tadinya aku pikir akan terus bersamaku ternyata lama kelamaan dia berpaling ke ‘teman’ yang lain. Aku sendiri lagi. kemudian datang lagi tapi kemudian aku sendiri lagi. datang dan pergi.

Kejadian seperti itu membuatku berfikir bahwa datang dan perginya seorang teman itu wajar. Ada kalanya aku akan terus bersama seorang teman, tapi kemudian aku atau dia pergi, kemudian bersama teman yang lain lagi. aku bisa sangat amat dekat tapi kemudian aku bisa sangat tertutup dan lebih  ingin berbagi dengan teman yang lain. Aku tidak menganggap dia penghianat atau semacamnya. Semuanya memiliki jatah, mungkin bagi seseorang aku bukan tempat yang enak untuk curhat, jadi dia tidak akan curhat padaku. Atau mungkin bagi seseorang aku sangat enak untuk diajak berdiskusi jadi dia lebih memilih berdiskusi denganku daripada dengan si A atau si B.

Aku selalu takut untuk memulai suatu pertemanan yang sangat dalam sejak aku kuliah. Aku takut mengecewakan mereka dan takut dikecewakan.

Ketika mereka kecewa alangkah bagusnya ketika mereka mengkomunikasikanya, Kalau tidak? Pilihan keduanya pasti ‘membenci diam-diam’. Ketika topeng-topeng ini sudah dibuat, hidupku sudah jadi drama betulan (lagi). Aktor aktrisnya ya mereka, karena aku tidak ingin membuat topeng.

Dan aku ingin ada seseorang yang menegurku ketika aku tidak sengaja menggunakan topeng. 1 orang, satu. Melepas topeng itu dan bertanya ‘apa yang sebenarnya terjadi?’.

Mungkin karena aku selalu terlambat menyadari sesuatu. Berbuat baik pun salah. Tidak melakukan apapun juga salah. Karena memang sudah terlambat. Alasanku tidak akan ada yang valid.

Biar. Mereka membenciku karena sesuatu yang tidak benar-benar mereka ketahui. aku ingin menjelaskan apa yang tidak mereka ketahui, ketika mereka memang ingin membuka pikiran mereka.


 Atau biar waktu yang menjelaskan.

Thursday, March 28, 2013

TOLONG


Tolong.

Beritahu aku, ceritakan padaku. Selagi aku masih mau mendengar, berusaha untuk mengerti dan menerima.
Aku manusia. Aku lupa.

Kamu manusia, aku manusia. Aku lupa, kamu lupa.
Kamu  manusia, aku manusia. Aku mengingatkakn, kamu mengingatkan.
Kamu  manusia, aku manusia. Aku mengerti, kamu mengerti.
Kamu  mengerti, aku mengerti.  Aku percaya, kamu percaya.
Kamu  percaya, aku percaya. Aku menghargai, kamu menghargai.
Kamu  menghargai, aku menghargai. Aku sayang, kamu sayang.
Terlihat di kata. Terasa di penglihatan.

Dia kepayahan karena menyadari , “jika aku hanya bisa mengerti dengan melihat, kenapa aku harus mengerti dengan hati?”

Kamu gag ngerasa?!

Dia ditampar.

Maaf.

Aku manusia yang terbiasa dengan apatisme. Sebuah gundukan ketidakpedulian yang mengendap dalam diriku. Yah, aku memang homo sapiens dengan label “super-ego: error”. Data data eksternal yang aku miliki tidak cocok dengan apa yang aku hadapi. Sampai seseorang berusaha memberiku data-data internal yang ia miliki untuk melengkapi data eksternalku yang rusak.
Padahal aku hidup dengan banyak manusia lainnya. Jadi selama ini, Pantaskah aku hidup bersama mereka?.

Hidup. Sebagian temanku bertanya “apa itu  hidup?”.
Dan saat ini aku memilih : Hidup itu melengkapi.
Apa cocok dengan apa. Siapa cocok dengan siapa. Siapa harus melengkapi siapa. Siapa harus dilengkapi siapa.

Air matanya menetes.

Tak apa, manusia memang di anugerahi untuk bisa meneteskan air mata untuk membuang kotoran di mata dan membersihkan toksin yang mengendap. Tapi dalam konteks ini, meneteskan air mata yang mengeluarkan kesedihan. Menyesal. Menyesal itu menyedihkan. Sedih itu sakit. Sakit hati. Kenapa aku secuek ini untuk orang yang aku sayangi?.

Hah. Omong kosong. Sakit hati karena hatimu sendiri.

Hati?

Bahkan hati adalah pelengkap akal. Apakah hati bisa salah?apa mungkin aku yang terlalu bodoh dan naif?

Tidak, hati hanya merasakan.

Akal yang menerjemahkan.

Aku ingin, apatisme ini berhenti menggerogoti hati yang menumpulkan kemampuan akal untuk menerjemahkan.

Tolong..

Beritahu aku, ceritakan padaku. karena aku mau mendengar, berusaha untuk mengerti dan menerima.

Tuesday, March 19, 2013

DOUBLE PASSION


Entah aku yang terlalu naïf atau polos. Aku selalu gagal menerjamahkan perasaan-perasaan seperti ini. Dimana aku merasa membutuhkan bantuan, tetapi selalu bersikukuh dengan egoku. Hah, siapa yang akan datang membantu? Tidak ada.

Pada dasarnya perasaan ini terus ada. Perasaan untuk mendatangi apa yang aku butuhkan. Saat itu juga. Sekarang. Tidak bisa ditunda. Tapi saat itu yang aku butuhkan memang ‘tidak ada’. Objeknya belum valid. Jadi, aku harus mendatangi apa?. maka dari itu aku memilih untuk sombong dengan kemandirianku.
Lalu, peluru titik jenuh menembus kepalaku. Semangatku seakan tersedot. Passionku menguap. Tidak ada hal yang kulakukan dengan sepenuh hati, kecuali makan dan berdoa. Aku bertanya padaNya, sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa jadi begini?aku harus kemana?apa yang aku butuhkan?. Bahkan! Bahkan aku bertanya, “apa yang aku butuhkan?”. Butuh apa kamu, din?. Teman-teman baik padamu, materi ada, makan mu selalu cukup, waktu santaimu juga masih ada, apalagi? Kedua orangtua mu sehat, kuliahmu lancar. Apaa?apalagi?

Apakah salah jika aku berkata, “aku butuh dia”?.

Satu orang yang bisa membuat semangatku kembali,  yakin dengan passionku dan sadar jika hidup tidak melulu tentang target materi.
Itu kenapa aku selalu ingin disampingnya. Aku merasa nyaman. Tenang,  walaupun saat itu dia sibuk dengan PES atau hp nya. Sedikit kesal memang. Tapi itu terbayar dengan perasaan nyaman karena aku ada di dekatnya.

Terkadang sesuatu memang harus berjalan tidak lancar agar aku mau terus belajar. Penyesalan pasti di akhir. Dan rasa-rasa sesal itu membangkitkan selera untuk menyalahkan diri sendiri. Saat itu aku genggam tanganya, menatap matanya yang balik menatapku, “aku harus semangat lagi!”. Aku yakin untuk bisa semangat kembali.

karena aku berterimakasih padanya. aku juga harus berterima kasih padaMu. Entah apa yang tersimpan di dalam dirinya, rasanya pancaran itu selalu ingin kutangkap dan memang hanya untuk aku.

Awalnya sepele. Bisa saja aku tetap berdiri sendiri sampai sekarang, tapi bagaimana aku menjalaninya, aku tidak mau membayangkanya.

Saturday, February 2, 2013

sejak kapan?



mata.
sejak kapan aku selalu ingin menatap matanya jauh kedalam..?
sejak aku ingin bisa menyampaikan perasaan yang tak terucap melalui mataku.

senyum.
sejak kapan aku ingin selalu tersenyum ketika melihatnya tersenyum..?
sejak aku tahu,  semuanya akan baik-baik saja jika bersamanya.

tangan.
sejak kapan aku selalu ingin menggenggam tanganya dan merangkul lenganya..?
sejak aku yakin aku membutuhkan dia.

tawa.
sejak kapan tertawa bersamanya adalah hal yang selalu aku tunggu..?
sejak aku selalu ingin membuat dia merasa nyaman bersamaku.

jantung.
dan sejak kapan aku selalu berdebar ketika melihatnya..?
sejak aku berharap, memang dia, hanya dia, satu-satunya yang akan menjadi pasangan hidupku.Amin.






yang terakhir.
sejak kapan aku jadi melankolis begini??!



Tuesday, December 4, 2012

Anginku


Bara api dan asap kecil yang menyertai menjadikan ia angin yang tak biasa ku kenal.


awal semester 1
aku kenal dia sebagai sosok yang aku kagumi. Seperti seorang junior yang kagum pada seniornya. Dari cara dia berpenampilan, cara dia membawa diri, cara dia menyampaikan celetukan di tengah perkuliahan.
Beberapa kali aku duduk disebelahnya. Mungkin dia tidak sadar dengan ‘kehadiranku’.
Tidak ada yang tahu

Semester 2
Tanpa sadar aku berada di perkumpulan ini. Para mahasiswa dan mahasiswi seperjuangan. kos laki-laki dekat kampus.
Ada angin itu
masa bodoh. Pikiranku saat itu. memang dia ‘lihat’ aku? . lagipula aku dengar dia sudah ada yang punya.
Dari pertemuan satu ke pertemuan lainya. Hahaha. rasa kagumku memang tidak hilang entah itu tergeser atau bertambah.  Karena di memecahkan imej yang sudah kubentuk. Aku suka bagian ini. anak seni rupa, dikelilingi perokok, tidak merokok. Semakin menarik.

***

Akhir semester 2
Kuakui saat itu juga aku sedang berharap pada seorang pemuda. Pemuda yang (tadinya aku pikir) bisa merubahku menjadi wanita tulen.
 Tapi justru semakin aku cari, semakin non-sense. Semakin aku kenal pemuda itu, semakin aku tau apa arti menjadi diri sendiri.
nyamankah jika kamu memiliki sahabat (lawan jenis) yang kamu kenal dari bagus, koplak sampai gilanya kemudian yang dulunya mencela berubah menjadi orang yang halus lembut perkataan, malu-malu di depanmu, menunggu dipancing dulu, tidak berkata blak-blakan lagi ,karena dia tau kamu punya perasaan terhadapnya. Menurutku, itu hal yang tidak diharapkan dan tidak nyaman.

Lalu munculah perasaan itu. bukan pemuda ini.

Dan setelah aku pikir lagi, untuk kedepannya, aku takut posisiku berubah menjadi ‘bapak ’ karena kepribadianya. Memang aku ingin memiliki posisi itu, tapi tidak dengan kodrat ini -_-.

Angin. benar-benar seperti angin yang berhembus dikepalaku. terlintas. Orang ini memang hanya lewat.
Kami memulai percakapan. Tentang pemuda itu. reaksinya selalu heboh. Saat itu aku tidak sadar atau bisa dibilang belum sadar.


Semester 3
Aku sebut ini dengan awal dari awal. Sisa-sisa cerita pemuda itu masih hangat, padahal dikepalaku itu sudah mendingin.
Lagi dan lagi. aku menunggu. Dulu aku bersumpah untuk tidak ingin kembali pada laki-laki itu. laki-laki yang terus-terusan bolak-balik entah apa maksudnya.

‘Jangan pernah terlalu membenci’ . kenapa? Takut kemakan omongan. Menjilat ludah sendiri. Dan saat itu aku sedang menggerogoti omongan ku sendiri.

Kapan?kapaan? kapan kamu putus sama pacarmu yang kamu curhatin ke aku itu, yang kamu bingung cara ngadepinya itu, yang kamu minta advice gimana cara menghadapi dia itu dan yang kamu bilang mirip aku ituuu. KAPAAAN?!

Hah, bodo amat. Memang apa yang akan aku lakukan? Apa yang mau aku lakukan kalau laki-laki itu kembali? . pacaran? Mau menghadapi lagi masalah yang sama? Aku masih capek. Masih kapok. Dan masih ingin sombong dengan kemandirianku.

Tapi di sisi lain aku terus berharap

Angin. Benar-benar seperti angin yang berhembus dikepalaku. Sekedar lewat.
Bukan. Jangan hanya lewat.
Jangan.

Oktober 2012
Perkuliahan membuatku lupa sekaligus jenuh. ‘Adakah sesuatu yang seharusnya aku butuhkan sekarang?’
Aku tidak tahu. Bukan tidak tahu.
Tidak paham.
Modul party
Karena salah satu mata kuliah, aku sering diskusi denganya. Senang, bisa bertukar pikiran. Gampang diajak bicara tentang ‘menurutmu’,’ sebaiknya’, ‘bagaimana’ dan ‘ternyata’. tidak melulu cerita tentang ‘dulu’ atau keahlian spesial yg dipunya seperti pemuda itu. orang sebelum ini.

Dia bisa dominan. Memimpin.
Rasa kagum itu kembali.

Sejak kapan aku mengharapkan orang ini. Angin ini. Yang kelihatanya bahkan, mmengharapkan saja rasanya tidak mungkin.
Setauku juga dia masih bersama  nona.
Dan sejak kapan juga aku sangat iri dengan sahabat terdekatnya yang juga sahabatku. Dia beruntung. Bukan cemburu. Hanya berharap ..
“coba kalau ada angin-angin yang lain”
Aku butuh
Tapi dimana lagi?kemana lagi?kapan lagi?SIAPA lagi?

Sejak kapan kami sedekat ini?
Mimpi? Jangan.. jangan Cuma mimpi, aku ingin ini nyata

 Bangun din, kamu bermimpi. Tidak mngkin dia selalu ke rumah karena mencariku. Tidak mungkin dia selalu berada di dekatmu dan menyampaikan kata-kata itu. jangan-jangan dia...

Jangan terbawa din, tahan dirimu. Tidak lihatkah kamu kalau dia sedang mengejar pujaanya yang lain? Dia bercerita kalau akhir-akhir ini dia merokok karena stress. Apa yang dia pikirkan?

Lebih tepatnya, siapa yang dia pikirkan?. Kenapa aku berfikir kalau orang itu aku,

Bukan kamu orangnya..sadar.
Tapi aku terlanjur berharap.sangat.


13 November 2012
Aku merasa seperti terbangun dari tidur 1000 tahun. Yang aku lihat dengar dan rasakan benar-benar berbeda. Berubah. Tidak ada yang memprediksi. Bahkan akupun tidak.
Dia di depanku. berdiskusi.
Tentang kami.
Aku tidak ingin bangun dari tidur ini.
Aku memang tidak perlu bangun tidur karena ini bukan mimpi.


“waaah selamat ya, kamu sekarang mendapatkan dia”. Kata salah satu sahabatku.
Kalimat itu, entah kenapa seperti sebuah tusukan. Aku merasa seperti memenangkan lomba merebut hati lelaki. Padahal aku sama sekali tidak melakukan apa-apa. Mendapatkan?memangnya aku menjaring?

November akhir
Sebenarnya ini bukan masalah yang dibesar-besarkan.
Aku hanya ingin tau alasanya, kenapa dia memulai
Dia memainkan rokok ditanganya
Rasanya kakiku melemas

****
Apa yang membuatnya memulai?. Aku kenal dia yang dulu. Kenapa baru sekarang? apa masalahnya di aku? Apa sumber stressnya ada di aku? Apa aku kurang perhatian jadi aku harus melarangnya mati-matian?
Kenapa sekarang?kenapa saat ada aku? Kenapa tidak dari dulu?padahal nona mu yg dulu jauh, yang pastinya dia tidak akan melihatmu merokok

Kakiku lemas, tanganku dingin gemetar, pandanganku tidak fokus .
rasanya seperti melihat kecelakaan berdarah di depan mata.
Seperti melihat binatang peliharaan sekarat..
Perasaan apa ini?
takut?sedih?shock?
atau kecewa? Sebenarnya apa?
aku tidak biasa melarang. Rasanya melarang dia merokok, seperti aku melarang diriku sendiri untuk minum kopi. Nyaris tidak bisa.
Kenapa?apa itu bentuk dari cari perhatianmu?

Desember 2012
sampai sekarang, aku masih merasa seperti orang yang baru bangun tidur 1000 tahun. tiba-tiba semuanya terbalik dan sudah terjadi. 
kapan terakhir kali aku melihat dia sebagai seorang teman, sebagai seorang yang pernah aku harap-harap tanpa kepastian, sebagai orang yang tidak pantas berharap.

Sebenarnya sudah lama aku merasa nyaman dengan orang ini, sejak aku merasa butuh.
Tadinya, aku pikir dia akan sama dengan seseorang. Ternyata berbeda jauh.

Aku nyaris tidak perlu komplain dan menuntut apa-apa lagi, kecuali satu itu...

Bara api dan asap kecil yang menyertai menjadikan ia angin yang tak biasa ku kenal.


Thursday, October 4, 2012

DIE HARD FANS


Kyaaaaaa~~
Teriakan khas komik. Langsung tervisualisasi: seorang wanita (atau para wanita) berteriak saat mereka terkejut, contoh di komik detective Conan, wanita melihat korban pembunuhan. Atau bisa saat seorang wanita melihat sesuatu yang mereka kagumi, entah benda atauu...lelaki.

“ ....Dia mengendarai sepeda motor merah antik yang dia beli di tempat jual beli motor bekas, kemudian dia melihat ke arah kami karena dia sadar kami memperhatikan dia, tanpa disangka-sangka dia menyapa dan tersenyum malu-malu. Kyaaaaa~,manisnya memang tidak dibuat-buat ..”

Sadar dan tidak sadar

Reaksi umum

Pada seorang pemuda

Tapi

Bagaimana dengan seorang

...Dosen?

Katakanlah beliau adalah dosen muda, sudah magang dimana-mana, jam terbang tinggi, gaya mengajar yang asik, cool dan rupawan, satu lagi sebagai bonus, beliau belum menikah. Mahasiswi mana yang tidak bisa menjadi secret admirer beliau?.mungkin itu bisa jadi hal yang wajar ketika mahasiswi bisa tergila-gila pada dosennya. Tapi bukan hal itu yang terjadi di lingkunganku.

Lalu  jika beliau adalah dosen (ehem) senior dengan gaya mengajar yang memang asik dan cool, proyeknya banyak dan keren, tidak bangga membanggakan diri sendiri walaupun tau beliau sudah (jelas) sukses. Mahasiswi mana yang tidak bisa menjadi fans beliau? lebih tepatnya gak bisa jadi secret admirer yang bahkan bisa sampai ada ‘dosen fans club’ . Yaaah, mungkin ada, pasti ada laah, mana ada yang bisa nge fans setengah mati sama dosen senior, yang jelas sudah menikah dan punya anak. dari segi postur serta rambut pun, beliau sudah pantas dipanggil bapak (BUKAN KAKEK).

 Tapi justru itulah yang terjadi pada teman-teman terdekatku di sini. Bahkan aku pun juga begitu -_-. Eits, kami bukan para oedipus complex, karena orientasi kami lebih ke nge-fans. Atau mungkin bisa ke arah situ. Atau bukan ya. Atau iya? Semoga bukan -___- .

Sampai terheran-heran.

Bukan heran karena mereka aneh

Tapi heran karena bisa menemukan teman-teman yang se aneh aku.

Ketika di luar sana para wanita ber-kyaa-kyaa karena lelaki korea atau pemuda rupawan, kami di sini ber-kya-kya karena seorang dosen keren yang merangkap praktisi profesional.

Entah ini berawal darimana, yang pasti teman-teman menuduh aku.

Tidak tau harus senang atau merasa aneh. Merasa aneh karena setiap beliau mengajar, teman-temanku membicarakan beliau sambil ber-kya-kya layaknya para wanita di luar sana sehabis menonton konser super junior.

Mereka jadi semacam ‘DIE HARD FANS’ alias "KIPAS ANGIN ANGEL DIPATENI"  "FANS WANI MATI". (huakak)

Dan merasa senang karena, 1. Teman-teman sejenisku jadi banyak, 2. Teman-teman jadi suka beberapa mata kuliah yang ‘dibintangi’ oleh beliau, yang itu artinya kemungkinan besar jadi makin rajin dan niat kuliah yang artinya lagi mereka jadi punya motivasi untuk mendapatkan poin maksimal, yaitu A.

Dan kalau boleh jujur, pada awalnya aku tidak se-histeris mereka, karena aku tidak punya kawanan -_- dan terbiasa memendam kebiasaan ini dari SD, jadi aku menganggap hal itu lumrah. Dan sewaktu SMA mereka tahu aku punya kebiasaan ini, mereka langsung men-judge aku ‘freak’. Entah ini parah atau enggak, kebiasaan itu baru kusadari akhir-akhir ini. kebiasaan semacam ingin memiliki bapak lebih dari 1, yang di terjemahkan oleh teman-teman ‘menyenangi bapak-bapak’. Padahal aku juga tau bapak kandung gak bakal ada copy –an nya. Tapi, aku dan teman-teman masih bisa suka para pemuda rupawan, yang artinya aku masih normal. Jadi tenang saja, kalian tidak sedang membaca blog seorang oedipus complex.

Memang, yang muda yang cari sensasi. Tapi ini bukan sensasi.

Lalu terciptalah mimpi baru. Bekerja di perusahan dimana beliau bekerja. Maksudnya biar bisa satu tim -_-.

Beginilah jika nge-fans dengan seseorang yang (mungkin)  jelas setiap harinya bisa kami cari di ruang dosen. Karena beliau sungguh sibuk!

Dan siang ini beliau mengajar. Seperti biasa, kami saling lempar pandangan kamu-pasti-tau-maksudku. “lucu banget si bapaknya~”. 
“eh liat gag tadi bapaknya lucu bangeet,hahaha.” 
“aaaa~” 
“modulku gag ku cuci dah” ßmodul interior temanku ini jadi contoh dan dipegang-pegang beliau (ngapain juga dicuci, catnya bisa luntur semua, -___-), 
dan mereka sangat menikmati dadah bye-bye dengan beliau ketika melihat beliau berada di mobil hendak meluncur pulang (dan beliau juga dadah balik dari  jendela mobil yang setengah terbuka sembari menjawab telpon di aifonya), 
lalu menginginkan topi yang sama yang selalu dipakai beliau ketika mengendarai mobilnya. (kok di mobil pakai topi ya -__-)

Dan aku pikir aku tidak punya alasan untuk tidak heran. Karena ini over-freak, tapi aku senang karena aku punya banyak kawanan sekarang.HUAHAHAHAHAHAH

Dan kalianpun tidak punya alasan untuk tidak heran. Heranlah, dan sadarlah, bahwa orang-orang seperti kami itu nyata.

Kyaaaaa~