my page

Friday, June 17, 2011

Masa akhir remaja


Hari Rabu hampir berakhir. Hari dimana aku menghabiskan waktu bersama teman-teman di Jogja.
Ini perjalanan pulang. Malam hari.
Aku mendengarkan beberapa ceritanya. Tentang kita dulu, sebelum dulu dan kisahnya beberapa bulan terakhir dengan seseorang.
Dia duduk di sebelah jendela bus dan aku duduk berada di sampingnya. Bus melaju cepat,lampu-lampu dipinggir jalan berubah menjadi segaris cahaya yang berkelebat. Pemandangan itu terbingkai jendela bus. Menjadi background sosoknya yang hanya berupa bayangan gelap.
Sesekali aku menyandarkan kepalaku pada sandaran kursi di depan dan tetap mengarahkan pandanganku padanya. Melihat dan mendengarnya bicara. Berbagi cerita, pendapat, nasehat. Kita tertawa, tersenyum dalam gelap dan beberapa penyesalan.
Orang yang berpegang teguh pada prinsip. Tapi terkadang ia menemukan sebuah gelombang yang membuatnya menjadi labil, sebuah tanda transisi menjadi dewasa. Ke-khas-anya dalam menghadapi sesuatu membuat pikiranku semakin terbuka. Ia seperti inspirasi.
Aku salut pada kepribadianya.
Sebaik apapun aku mencoba untuk menjadi orang yang lebih baik, dia masih tetap bisa menemukan celah diantara kepribadianku. Dia agak perfeksionis memang.
Aku lupa beberapa pesan-pesanya dulu. Yang mungkin sebenarnya itu penting. Dan ketika ia mengingatkanku kembali, semuanya tampak terang dikepalaku. "inikah yang ia maksudkan selama ini?". Ini yang membuatku kagum, ia seperti tumbuh jauh lebih dewasa dibanding aku. Muncul perasaan minder dan rendah diri serta merasa malu sekaligus menyesal. Kenapa aku menyia-nyiakanya?

Menyesal selalu dibelakang, kan?

Pasti. Penyesalan di belakang. Beberapa kali kalimat itu kita ucapkan saat itu.
Memandang kebelakang dan berkata, "seharusnya seperti ini!".
Ini begitu lucu.
Cerita-cerita itu seperti sebuah novel remaja yang tebalnya 2 kali buku harry potter. Atau seperti kumpulan cerita yang ada di buku best seller Chicken Soup for the Teenage Soul.

Dan ada cerita tentang perjuangan cintanya. Mengejar kesempatan kedua, yang kesempatan pertama ia tidak sempat mendapatkanya.

Dia merasa terpuruk setelah tau bahwa dia hanya diantara mereka.
Belajar berbesar hati. Dan dia memenangkanya, lalu berkata " aku berperan dalam sebuah rencana Tuhan".
Aku tersenyum.
Hingga ia tidak ingin membahasnya lagi sebagai masa lalu yang buruk, tetapi sebuah pelajaran berharga di masa lalu.
"sudah, jangan dibahas lagi".

Tapi pernah. Sekali. Dia membuatku berpikir bahwa ia adalah orang yang menyebalkan dan tidak patut dipercaya karena sifatnya saat itu (dulu). Cerita itu melibatkan 2 orang yang bersahabat.
Dan ketika aku mengharapkanya, dia justru sudah punya incaran baru. Berhubungan juga dengan 2 orang yang bersahabat itu. Perasaan itu benar-benar di luar akal sehat. Kalau aku yang sekarang bisa melihat aku yang dulu, yang sedang terbakar cemburu, aku pasti mati tertawa.
Tapi dia tak seburuk yang aku pikirkan. Hanya dengan pikiran terbuka aku bisa menerima ini. Mungkin ada beberapa orang yang tetap menganggap dia sebagai pribadi yang jelek dan memutuskan untuk bermusuhan denganya. Dan pendapatku, mereka tidak pernah membuka pikiran mereka.
Semuanya seperti sebuah cerita yang runtut dan terencana. Aku bertemu denganya dan dia. Bertemu dengan sebuah pengalaman yang benar-benar bukan menggambarkan diriku sendiri. Tidak membedakan. Keduanya sama saja, tapi aku tetap bisa menilai bahwa dia lebih baik daripada yang terakhir kujalani.
Dan terlamabat sudah. Semuanya.

Di bus saat itu beberapa kali aku terlena dengan kisahnya. Lebih banyak aku mendengar daripada bicara. Terlalu asik dengan pikiranku dan berbicara dalam hati tentang semua kisahnya.

Sebagai seorang yang sedang mengkoreksi diri sendiri aku merasa tidak baik kalau diajak berbicara tapi tidak pernah melihat si pembicara. Jadi sesekali aku menoleh kearahnya, yang berbicara sambil bersandar. Entah kenapa ketika aku melitanya, konsentrasi untuk mendengarkanya jadi agak buyar. Jadi seketika itu juga aku mengalihkan pandanganku ke jendela di belakangnya atau melihat kebawah, melihat jaketku yang menggulung tidak karuan di pangkuanku. Entah kenapa, tapi sepertinya itu hal yang seharusnya tidak boleh terjadi saat ini.

Saat aku menyadari bahwa sebentar lagi kita akan sampai, muncul perasaan dimana tidak ingin mengakhiri sesuatu yang seru. Ya, seperti itu. Acara mengobrol itu akan segera berakhir. Padahal mungkin masih ada sesuatu yang ingin ku ceritakan, ingin ku sampaikan, berharap ia bisa memberikan solusi.
Tapi aku tetap merasa senang. Ini seperti sebuah happy ending pada suatu babak drama kehidupan.

2 comments:

  1. aku masih ingat benar .kamu sms/mxit aku "kamu tega jadian sama temen deket mantanmu" gitu kan ?? hahahaha...

    tapii yang dia 2 ,ternyata kamu lebih sayang kan ,wkwkwkwk...padahal kamu bisa menilai sendiri overall seperti apa ..

    yaa !! kamu !! kamu yang menguatkan aku saat ku terjatuh untuk yang ke 2 kalinya :D ,itulah sewajarnya mantan kekasih :D hahahaha...lebih dari teman lebih dari sahabat :)

    dan mungkin cerita baru akan terukir di JOGJA ,aku dan mantanku bakal kuliah di kota yang sama :) tunggu kelanjutan ceritanya ..

    ReplyDelete
  2. sumpah,aku lupa..gag ngrasa pernah nulis ato mikir gitu =_=

    ya, emang. rasanya cuma bisa dibayangin. ternyata dulu begini,ternyata dulu begitu, dan yang bisa nyimpulin kayak gitu sekarang ya aku yang sekarang. nah, nyesel lagi kan?
    kenapa aku gag bisa berpikir sperti ini saat itu?
    mgkin waktu itu,aku blm nemuin siapa dan seperti apa aku yang sesungguhnya itu,ciakakakak,bahasane..
    belom membuat prinsip dan luntang lantung.
    terimakasih telah memberitahuku betapa pentingnya prinsip.

    amiiin, jogja yaa..jogja, aku di isi pokoknya..awas kalo kamu ketrima di stan,hahahaha #abaikan

    ReplyDelete